Senin, 23 Juni 2014

Bentuklah Perilaku Anda

Assalamu'alaikum,wr,wb.

Tulisan ini merupakan pembahasan dari topik psikologi belajar dan kondisioning, khususnya kondisioning operant. Di sini, kondisioning operant diaplikasikan untuk membentuk atau mengubah perilaku seseorang.

Banyak cara yang digunakan untuk membentuk perilaku seseorang, termasuk bagaimana cara memberikan reinforcement (penguatan). Reinforcement ada yang positif maupun negatif.

Sebagaimana yang kita ketahui, perilaku dibentuk oleh kebiasaan. Hal yang sulit adalah bagaimana cara memulai kebiasaan tersebut. Jika kita bersungguh-sungguh, bukan mustahil jika kita berhasil menanamkan kebiasaan itu. Namun, ada pula yang tak mampu melakukannya sendirian. Dengan kata lain, bantuan dari orang-orang terdekat dibutuhkan untuk melatih kebiasaan baru.

            Apakah Anda ingin mengubah kebiasaan seseorang, misalnya keluarga atau teman Anda? Langkah-langkah di bawah ini dapat Anda coba.
  1. Tekankan pada hal yang positif. Kebanyakan orang lebih memperhatikan perilaku yang buruk daripada yang baik dan karenanya melewatkan peluang untuk menggunakan reinforcement. Misalnya, daripada memarahi adik Anda karena begadang sampai jam 12 malam, lebih baik Anda memujinya karena telah belajar sungguh-sungguh.
  2. Tekankan pada peningkatan kecil. Kesalahan yang sering terjadi adalah menunda pemberian reinforcement hingga munculnya perilaku benar-benar sempurna (yang mungkin tidak akan pernah tercapai). Misalnya, jika adik Anda berhasil menaikkan nilai ujiannya dari 65 ke 70, Anda dapat memujinya dengan mengatakan “Bagus! Sedikit lagi kamu bisa dapet 80!”
  3. Tentukan reinforcement yang tepat. Cobalah variasikan reinforcement yang ada. Reinforcement yang sama digunakan terus-menerus akan membosankan. Reinforcement tidak harus berupa benda. Misalnya, mengajak jalan-jalan atau membantu mengerjakan PR.
  4. Telitilah selalu apa yang Anda berikan reinforcement. Sangat mudah memperkuat perilaku yang tidak diharapkan hanya dengan meresponnya. Sebuah alternatif yang dapat dipilih adalah dengan mencoba menjelaskan dengan suara yang tenang bahwa Anda mulai detik ini tidak akan merespon keluhan apapun kecuali keluhan tersebut diberitahukan dengan cara yang baik. Misalnya, jika teman Anda langsung cemberut ketika Anda mengomentari keputusannya untuk tidak mengikuti lomba programming, bisa jadi tindakan Anda malah akan membuatnya terpojok.
  5. Pertimbangkan alasan perilaku seseorang yang tidak diinginkan sebelum mencoba meresponnya. Ketika Anda mengerti alasan perilaku seseorang muncul, mungkin Anda dapat lebih efektif mengatasi masalah yang ada. Misalnya, coba tanyakan mengapa teman Anda tiba-tiba bersikap kurang menyenangkan kepada Anda. Mungkin Anda telah melakukan sesuatu yang tak mengenakkan padanya.
Panduan-panduan ini juga relevan dengan perilaku Anda sendiri. Misalnya Anda ingin membuat diri Anda untuk belajar lebih giat. Berikut ini adalah beberapa strategi perubahan perilaku yang dapat digunakan untuk menambah waktu yang Anda habiskan membaca buku.
  1. Pelajari situasi. Adakah keadaan sekitar yang mencegah Anda belajar? Bila demikian, Anda perlu mengubah lingkungan tempat Anda belajar. Cobalah cari tempat yang nyaman, ceria, dan tenang. Anda tidak hanya akan berkonsentrasi dengan baik, tetapi Anda mungkin akan mempunyai respon-respon emosional yang positif terhadap lingkungan, yang dapat digeneralisasikan terhadap aktivitas belajar.
  2. Tetapkan tujuan yang realistis. Tujuan yang hendak dicapai seharusnya menuntut namun juga dapat dicapai. Bila sebuah tujuan tidak jelas seperti “Saya akan bekerja lebih keras”, Anda tidak tahu perubahan perilaku apa yang dibutuhkan untuk mencapainya atau bagaimana Anda tahu bahwa Anda telah mencapainya (apa arti kata “lebih keras” sesungguhnya?). Bila tujuan Anda terfokus, seperti “Saya akan belajar selama dua jam setiap malam dan bukan satu jam”, atau seperti “Saya akan membaca 25 halaman dan bukan 15”, maka Anda telah menyatakan baik tindakan maupun tujuan yang hendak dicapai (dan penghargaan untuk pencapaian tersebut).
  3. Simpan catatan. Rekam kemajuan Anda, mungkin dengan membuat grafik atau menyimpan catatan harian. Ini akan membuat Anda menjadi lebih jujur, dan kemajuan yang Anda dapat menjadi reinforcement sekunder.
  4. Jangan hukum diri Anda sendiri. Bila Anda tidak belajar sesuai dengan target minggu lalu, jangan menyesalinya terlalu dalam atau menghukum diri Anda dengan mengatakan, “Saya tidak akan pernah menjadi pelajar yang baik” atau “Saya orang yang gagal”. Pikirkan saja apa yang akan Anda lakukan dalam minggu berikutnya.

Semoga tulisan ini dapat membantu Anda dalam mengubah perilaku Anda. Namun, yang perlu diingat, ini hanya berlaku untuk perilaku dan kebiasaan yang baik, bukan sebaliknya.


Sumber: Carole Wade & Carol Tavris, Psikologi Edisi ke-9 Jilid 1.

Jumat, 20 Juni 2014

Think Outside The Box



Assalamu'alaikum, wr, wb.

Kali ini saya akan membahas topik psikologi yang terkait dengan intelegensia, yakni berpikir di luar batasan masalah (think outside the box).

Sebelum saya mulai tulisan ini, saya ingin Anda mencoba teka-teki di bawah ini.



Buatlah salinan dari gambar berikut ini, dan hubungkanlah titik-titik tersebut dengan menggunakan tidak lebih dari empat garis lurus tanpa mengangkat pensil atau pena yang Anda gunakan. Setiap titik harus dilewati oleh salah satu garis. Dapatkah Anda melakukannya?

Berpikir di luar kotak adalah cara berpikir di luar batasan masalah yang ada ataupun cara berpikir dengan menggunakan perspektif yang baru. Yang dimaksud kotak dalam hal ini adalah perumpamaan pembatasan diri seseorang pada saat melihat suatu permasalahan. Dalam definisi yang lebih luas, berpikir di luar kotak dideskripsikan sebagai suatu cara pikir baru di luar kebiasaan dari cara berpikir yang sebelumnya, cara berpikir yang berbeda dari orang-orang pada umumnya, cara berpikir kreatif, di luar kemampuan diri dan kelompok, dan cara berpikir yang mungkin tidak pernah terpikirkan oleh siapapun sebelumnya. Pada intinya, berpikir di luar kotak berarti berani untuk berpikir lebih jauh, tidak terfokus hanya pada apa yang dihadapi dan apa yang biasanya orang pikirkan, tapi untuk bisa berfikir lebih jauh dari kemampuan dan kebiasaan yang ada dan orang-orang pada umumnya.

Dewasa kini, kita dituntut untuk berpikir secara kreatif demi menghadapi tantangan-tantangan hidup yang semakin kompleks. Cara lama tidak selalu dapat menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, pemikiran-pemikiran baru dibutuhkan untuk menghadapinya. Namun, tidak semua orang dapat melakukannya dikarenakan tingkat intelegensi yang berbeda-beda.

Terkait hal ini, ada istilah yang disebut dengan set mental, yaitu kecenderungan memecahkan suatu masalah dengan menggunakan heuristik, strategi, dan peraturan yang terbukti berhasil pada masa lalu. Set mental membuat proses pembelajaran manusia berjalan dengan efisien karena kita tidak perlu terus-menerus mencari solusi baru, namun di sisi lain, set mental akan menyulitkan kita saat masalah yang kita hadapi membutuhkan wawasan serta metode pemecahan masalah yang orisinal. Hal ini terjadi karena set mental membuat kita berpegang dengan kaku pada asumsi-asumsi dan pendekatan-pendekatan kuno, dan menghalangi kita untuk mencoba pendekatan atau solusi yang lebih baik dan lebih efisien.

Salah satu set mental yang umum adalah kecenderungan untuk mencari pola pada suatu kejadian. Kecenderungan ini bersifat adaptif karena kita menjadi terbantu untuk memahami dan mampu mengendalikan beberapa hal dalam hidup kita, tapi di sisi lainnya, kecenderungan tersebut juga menyebabkan kita melihat pola-pola yang “bermakna”, walaupun sebenarnya pola-pola tersebut tidak ada.

Kembali ke teka-teki di awal. 

Sebagian besar orang mengalami kesulitan dalam menjawab permasalahan tersebut karena memiliki set mental yang menginterpretasikan titik-titik tersebut sebagai sebuah kotak. Mereka kemudian mengasumsikan mereka tidak dapat membuat garis melewati batas kotak tersebut. Sekarang, setelah Anda mengetahui hal tersebut, jika Anda belum berhasil memecahkan teka-teki di atas, Anda dapat mencobanya lagi.

Pertanyaannya adalah, bagaimana caranya agar kita dapat berpikir di luar batas masalah? Menurut wikihow.com, langkah-langkah berikut ini dapat dilakukan.
  1. Bersiaplah untuk perubahan besar
  2. Pelajari batas-batas masalah
  3. Memahami batas-batas masalah yang diberikan
  4. Pelajari apa yang menghalangi kemampuan Anda untuk berubah
  5. Menantang asumsi/anggapan orang lain
  6. Keluarlah dari kegiatan rutin yang membosankan
  7. Lakukanlah brainstorming
  8. Berpikir dari sisi lain
  9. Berliburlah

Melalui 'think outside the box', semoga kita dapat menjadi manusia-manusia kreatif yang dapat mengubah nasib bangsa ini menjadi lebih baik. Amin.

Sumber:
Buku Psikologi Edisi ke-9 Jilid 2, Carole Wade & Carol Tavris
www.wikipedia.com
www.wikihow.com



Rabu, 18 Juni 2014

Trait Inti dalam Kepribadian


Assalamu'alaikum, wr, wb.

Pada tulisan ini saya akan membahas mengenai kepribadian. Setelah membaca tulisan ini, saya harap Anda dapat mengenali kepribadian Anda.

Trait adalah elemen dasar dari kepribadian yang berperan vital dalam usaha meramalkan tingkah laku. Hal ini tampak definisi kepribadin menurut Cattell. Menurutnya, kepribadian adalah struktur kompleks yang tersusun dalam berbagai kategori yang memungkinkan prediksi tingkah laku seseorang dalam situasi tertentu, mencakup seluruh tingkah laku baik yang konkrit atau yang abstrak.

Para ilmuwan mengemukakan bahwa trait-trait manusia dapat dikelompokkan menjadi lima, yang disebut dengan The Big Five, di antaranya:
  1.  Ekstroversi vs Introversi: menggambarkan apakah seseorang itu supel atau pemalu. Faktor ini mencakup trait seperti banyak bicara atau pendiam, suka bersosialisasi atau penyendiri, suka berpetualang atau waspada, ingin tampil di depan umum atau cenderung di belakang layar.
  2.  Neurotisisme (negatif secara emosional) vs Stabilitas emosi: menggambarkan tingkat kecemasan seseorang, ketidakmampuannya mengontrol dorongan, dan kecenderungannya merasakan emosi negatif seperti kemarahan, rasa bersalah, kebencian, dan penolakan. Individu yang neurotik sering merasa khawatir, sering mengeluh, dan pembangkang, bahkan saat mereka tidak memiliki masalah dalam hidup mereka. Mereka selalu melihat sisi pahit dari kehidupan dan tidak dapat merasakan sisi kehidupan yang menyenangkan.
  3. Agreeableness vs Antagonisme: memberikan gambaran apakah seseorang santai atau mudah merasa terganggu, kooperatif atau pembangkang, merasa aman atau curiga dan cemburu. Faktor ini merefleksikan kecenderungan kita untuk memiliki hubungan yang baik atau hubungan yang penuh ketegangan dengan rekan-rekan kita.
  4. Keteraturan (conscientiousness) vs Impulvisitas: menggambarkan apakah seseorang bertanggung jawab atau tidak dapat diandalkan, pantang menyerah atau mudah menyerah, tegas atau tidak dapat menentukan pendapat, rapi atau ceroboh, disiplin atau impulsif.
  5. Keterbukaan terhadap pengalaman (openness) vs Penolakan pada pengalaman baru: menggambarkan apakah seseorang dipenuhi rasa ingin tahu, imajinatif, selalu mempertanyakan segala hal, dan kreatif, atau selalu mengikuti orang lain, tidak imajinatif, mudah ditebak, dan tidak nyaman dengan sesuatu yang baru.

Sekarang, coba tes di bawah ini untuk mengetahui trait yang menggambarkan kepribadian Anda.

Untuk setiap item dari 10 item di bawah ini, tuliskan nomor dari 1 sampai 7 untuk menandai sejauh mana trait tersebut menggambarkan karakteristik dari diri Anda. Skor 1 berarti “saya sangat tidak setuju bahwa trait ini menggambarkan diri saya” dan 7 berarti “saya sangat  setuju bahwa trait ini menggambarkan diri saya”. Gunakan nilai tengah yaitu 4 jika Anda merasa ragu-ragu apakah trait tertentu menggambarkan diri Anda atau tidak. (Tes ini didesain oleh Samuel D. Gosling.)
  1. (  ) Ekstrovert, antusias
  2. (  ) Mudah melontarkan kritik, sering mendebat
  3. (  ) Dapat diandalkan, disiplin
  4. (  ) Cemas, mudah tersinggung
  5. (  ) Terbuka terhadap pengalaman baru, kompleks
  6. (  ) Tertutup, pendiam
  7. (  ) Mudah menaruh simpati terhadap orang lain, hangat
  8. (  ) Tidak teratur, ceroboh
  9. (  ) Tenang, stabil secara emosional
  10. (  ) Konvensional, tidak kreatif

Untuk mendapatkan skor Anda dalam The Big Five, gunakan kunci jawaban ini:
  1. Extroversion: tinggi pada pertanyaan 1, rendah di pertanyaan 6
  2. Neuroticism: tinggi pada pertanyaan 4, rendah di pertanyaan 9
  3. Agreeableness: tinggi pada pertanyaan 7, rendah di pertanyaan 2
  4. Conscientiousness: tinggi pada pertanyaan 3, rendah di pertanyaan 8
  5. Openness: tinggi pada pertanyaan 5, rendah di pertanyaan 10

Sumber: buku Psikologi Edisi ke-9 Jilid 2, Carole Wade & Carol Tavris


Minggu, 20 April 2014

Kenangan Manis dan Kenangan Pahit, Mengapa Mudah Diingat?



Assalamu'alaikum,wr,wb.

Pada postingan psikologi yang keempat ini, saya akan membahas tentang memori, terutama yang berkaitan dengan peristiwa besar yang pernah dialami manusia.

Saya mulai postingan ini dengan dua kisah yang berbeda dari dua orang mahasiswi semester 4, Maria dan Nisa, seorang dosen psikologi meminta mereka untuk menceritakan sebuah momen yang paling mereka ingat, dan pengaruhnya terhadap kehidupan mereka sekarang.

Kisah pertama.  Saat kelas 1 SMA, Maria menyukai seorang cowok di sekolahnya. Tak disangkanya, cowok itu juga suka padanya dan menyatakan cinta kepada Maria. Sejak saat itu, mereka berpacaran dan mengalami momen-momen indah, seperti kencan pertama di taman, merayakan satu tahun jadian, dll.

Namun, setahun kemudian, Maria mendapati bahwa pacarnya berselingkuh dengan cewek lain. Maria menudingkan hal tersebut kepada pacarnya, namun sang pacar tak mau mengaku. Terjadilah pertengkaran di antara mereka yang berujung pada putusnya hubungan mereka berdua. Sebenarnya, Maria masih menyukainya, namun dia sudah terlanjur sakit hati akibat perbuatan cowok tersebut.

Saat ini, Maria masih menyukai cowok itu walaupun dia telah lama putus dengan pacarnya. Dia masih dapat mengingat dengan baik kenangan manis selama pacaran sekaligus kenangan buruk saat putus.

Kisah kedua. Ketika SD kelas 5, Nisa meraih rangking 1 umum di sekolahnya. Nisa sangat senang karena untuk yang pertama kalinya dia meraih peringkat pertama. Sebagai hadiah, kedua orang tuanya mengajaknya bertamasya ke sebuah theme park yang sangat dia inginkan untuk dikunjungi. Nisa mecoba berbagai wahana di sana dengan hati riang.

Nisa yang tengah menaiki bianglala (Ferris Wheel) dengan posisi paling atas keheranan melihat orang-orang berlari kepanikan. Tiba-tiba, Nisa pun merasakan getaran di sekitar bianglala.  Nisa ketakutan. Kemudian terdengar suara dari speaker yang memberitahukan bahwa gempa yang cukup kuat telah terjadi di daerah tersebut. Nisa pun langsung panik, menangis agar segera diturunkan. Operator bianglala pun segera menurunkan penumpang. Nisa pun mencari kedua orang tuanya yang telah menunggunya dengan penuh kepanikan. Mereka pun segera menyelamatkan diri ke tanah lapang. Saat melarikan diri, sebuah tiang rubuh dan hampir mengenai tubuh Nisa. Nisa pun sangat kaget dan ketakutan karenanya.

Akibat peristiwa itu, hingga kini Nisa jadi phobia terhadap theme park, terutama bianglala. Namun dia juga tak dapat mengelakkan betapa menyenangkannya menjadi rangking 1 di sekolahnya untuk pertama kali.

Untuk membuktikan bahwa peristiwa tersebut membekas di benak mereka, sang dosen menguji mereka. Beliau pun mengatur rencana tanpa mereka ketahui. Pertama, sang dosen sengaja mempertemukan Maria dengan mantan pacarnya. Kontan ekspresi Maria berubah, terkejut kemudian getir. Maria pun berkata, “Andai aja saya bisa melupakan dia, tapi kenangan manis selama kami pacaran bener-bener gak bisa dilupain!”. Kedua, sang dosen mengajak Nisa pergi ke theme park yang sama. Ekspresi Nisa langsung kecut. Kemudian sang dosen menunjukkan bianglala pada Nisa. Nisa langsung gemetaran dan bergerak menjauhi bianglala.

Apa yang dapat Anda simpulkan dari kedua kisah di atas? Benar, kenangan manis dan kenangan pahit yang beriringan dalam satu momen: cowok dan theme park.  Baik Maria maupun Nisa mengingat peristiwa yang mereka alami itu dengan baik.

Baiklah, mari saya jelaskan hal di atas secara teoritis. Ingatan tentang peristiwa-peristiwa, seperti halnya di atas, disebut ingatan episodik. Ingatan episodik menyimpan informasi dalam bentuk gambaran (bayangan) yang diorganisasikan berdasarkan pada kapan dan di mana peristiwa-peristiwa terjadi. Ketika dosen bertanya mengenai momen yang paling mereka ingat, ingatan Maria dan Nisa langsung tertuju pada kedua momen yang telah diceritakan di atas. Tak salah lagi, ingatan tentang peristiwa itu tersimpan dalam memori jangka panjang yang dapat dimunculkan kembali jika dikehendaki. Proses saat mereka memanggil ingatan mengenai momen tersebut disebut recall memory. Hal ini pun tampak saat dosen menguji mereka dengan mempertemukan mereka dengan elemen utama peristiwa itu (cowok dan theme park). Mengapa kedua peristiwa itu yang pertama kali terbesit di pikiran mereka?

Mengenai proses penyimpanan informasi ke memori jangka panjang, walaupun ingatan itu bertahan selamanya, tidak berarti bahwa semua yang pernah dialami itu akan masuk dan tinggal seluruhnya dalam ingatan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya ingat, yaitu: usia, kondisi fisik, emosi, minat dan motivasi.

Dalam hal ini, saya mengklaim bahwa ingatan Maria dan Nisa tentang peristiwa itu dipengaruhi oleh emosi. Dalam kisah pertama, perasaan bahagia Maria saat jatuh cinta dan pacaran sangat mendominasi kenangan manis yang dialaminya, sedangkan kenangan pahit dipengaruhi oleh perasaan sedih dan terluka akibat perbuatan pacarnya. Dalam kisah kedua, Nisa merasakan senang karena meraih rangking 1 dan mendapat hadiah dari kedua orang tuanya, serta rasa takut dan trauma akibat gempa dan kecelakaan yang nyaris menimpanya. Emosi-emosi tersebut menyentuh perasaan keduanya sehingga peristiwa itu terekam jelas dalam memori mereka dan membekas dalam diri mereka.

Saya akhiri tulisan saya sampai di sini. Saya mohon maaf jika pembaca mendapati kesalahan pada tulisan ini.




Rabu, 02 April 2014

Ubah Motivasi Anda!


Assalamu'alaikum,wr,wb.

Ini adalah postingan psikologi saya yang kedua. Kali ini saya akan membahas tentang motivasi. Saya mulai tulisan saya ini dengan sebuah contoh kasus.

Fatimah dan Grace baru lulus dari SMA dan berniat untuk mengikuti SBNPTN karena keduanya gagal di SNMPTN Undangan. Mereka memilih program studi Teknologi Informasi (TI) di sebuah universitas. Bedanya, Fatimah memilih TI pada pilihan pertama karena TI memang program studi impiannya, dengan alasan Fatimah tertarik dengan hal-hal yang berkaitan dengan komputer. Sedangkan Grace memilih TI pada pilihan kedua, yang dipilihnya secara asal-asalan, dimana pilihan pertamanya adalah Pendidikan Dokter, karena dia hanya ingin menjadi dokter dan tak memikirkan yang lain. Alhasil, setelah pengumuman tiba, keduanya lulus di TI.

Apa reaksi mereka saat mengetahui kabar kelulusan mereka? Fatimah akan merasa senang dan bahagia karena keinginannya untuk masuk TI tercapai. Bagaimana dengan Grace? Dia mungkin akan merasa kecewa karena tidak bisa meraih apa yang diinginkannya. Di sisi lain, bisa jadi dia akan merasa lega karena sudah diterima di universitas dan tidak perlu memikirkan ujian masuk lain atau masuk lewat jalur mandiri jika dia tidak lulus SBNPTN.

Sekarang, mari kita perhatikan Grace. Jika Grace tidak puas dengan apa yang telah diraihnya saat ini (lulus di TI) dan tetap bersikeras untuk lulus di Pendidikan Dokter, dia mungkin akan mencoba jalur masuk yang lain, seperti UMB atau Jalur Mandiri. Sebelum Grace melakukannya, dia berpikir ulang. Bagaimana jika dia juga tidak lulus di UMB? Apakah kedua orang tuanya akan setuju jika dia menempuh Jalur Mandiri yang biayanya selangit?

Di sini terlihat bahwa Grace tengah menghadapi konflik approach-avoidance. Dia berada pada dua pilihan yang menguntungkannya namun memiliki sisi yang tak menguntungkan; tetap memperjuangkan impiannya dengan resiko tidak lulus UMB atau menghadapi biaya Jalur Mandiri yang sangat mahal, atau menerima kelulusannya di TI dengan tidak sepenuh hati.

Sampai di sini, anggap saja Grace menerima kelulusannya di TI. Ia dan Fatimah telah menjadi mahasiswi TI. Meskipun telah menjadi mahasiswi TI, dia tetap menyimpan impian untuk menjadi seorang dokter. Bagaimana dengan kuliahnya di TI? Bisa jadi dia mampu mengikuti perkuliahan dengan baik, atau mungkin dia tidak mengerti sama sekali.

Sedangkan Fatimah menjalani perkuliahannya dengan hati riang. Sesulit apapun materi kuliah di TI, dia tetap belajar dengan tekun dan berusaha untuk memahami. Minatnya pada komputer telah memotivasinya untuk belajar, mencari tahu lebih banyak tentang komputer dan teknologi informasi. Inilah yang disebut dengan motivasi intrinsik.

Cerita tentang Fatimah dan Grace saya sudahi sampai di sini. Sekarang saya ajukan pertanyaan kepada pembaca yang khususnya mahasiswa: apakah Anda memilih program studi yang sedang Anda tempuh saat ini berdasarkan keinginan sendiri, atau orang lain, atau hanya asal pilih?

Bagi Anda yang sudah terlanjur kuliah di program studi yang tidak Anda inginkan seperti Grace, Anda jangan langsung ogah-ogahan kuliah. Saya tahu, rasanya sangat berat menjalani sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak hati kita. Cobalah pikirkan hal lain yang dapat memotivasi Anda selain kehendak hati. Pikirkanlah kedua orang tua Anda yang telah membiayai Anda kuliah, yang meletakkan harapan mereka di atas pundak Anda. Seperti itu. Jadikan kedua orang tua Anda sebagai motivasi eksentrik Anda.

Selain itu, carilah sesuatu yang menarik dari apa yang Anda kerjakan. Hal tersebut dapat membangun motivasi dalam diri untuk mengerjakan sesuatu. Lebih lanjut lagi, hal yang menarik itu dapat Anda kaitkan dengan impian besar Anda, sehingga Anda merasa lebih dekat dengan impian Anda itu, atau bahkan dapat mewujudkan impian Anda! Misalnya, Grace ternyata cukup tertarik dengan desain web, maka dia membuat blog/website yang dia desain sendiri yang berkaitan dengan kedokteran.

Apapun hal yang Anda kerjakan saat ini, buatlah suatu motivasi yang akan membuat Anda fokus dengan pekerjaan tersebut. Kita hidup memiliki tujuan, memiliki pencapaian. Tujuan dan pencapaian itu yang akan membuat kita semakin hidup. Hidup tanpa tujuan dan pencapaian, yang mengalir mengikuti arus, adalah hidupnya orang-orang malas dan putus asa.

Saya sudahi tulisan saya ini. Saya mohon maaf bila Anda menemukan kesalahan dalam tulisan saya.



Rabu, 19 Maret 2014

Persepsi Mengenai Munculnya Awan Berbentuk Kaligrafi Bertuliskan “Allah”

Assalamu’alaikum,wr,wb.

Pada kesempatan kali ini, saya mengangkat suatu fenomena yang 
cukup kontroversial di kalangan masyarakat, yakni penampakan kaligrafi bertuliskan "Allah" pada makhluk hidup atau di alam seperti awan. Saya akan mengaitkannya dengan materi kuliah psikologi mengenai persepsi.

Fenomena ini sempat membuat masyarakat heboh. Banyak orang yang menganggap bahwa hal tersebut menunjukkan kekuasaan Allah, atau peringatan Allah kepada manusia agar selalu mengingat-Nya.

Jika kita selidiki lebih dalam lagi, apakah awan tersebut benar-benar berbentuk kaligrafi “Allah”? Atau itu hanya persepsi masyarakat semata, yang mayoritas memeluk agama Islam dan beriman kepada Allah?

Kita tidak akan bertanya kepada ahli meteorologi dan geofisika mengenai bentuk awan tersebut yang sebenarnya, karena itu merupakan di luar pembahasan kita.  Kali ini kita akan membahas, bagaimana bisa masyarakat mempersepsikan awan tersebut berbentuk kaligrafi “Allah”.

Masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam, orang-orang yang beriman kepada Allah.
Terkait peristiwa munculnya awan tersebut, ada orang yang menganggap fenomena tersebut sebagai peristiwa spiritual; suatu peristiwa yang menunjukkan kekuasaan Allah, atau peringatan Allah kepada manusia agar selalu mengingat-Nya. Terkadang mereka mengaitkan peristiwa tersebut dengan peristiwa lain, seperti bencana alam atau kematian seseorang. Misalnya munculnya awan bertuliskan “Allah” pada saat proses penguburan Achmad Basari pada tanggal 21 Mei 2013, yang beritanya bisa dibaca lebih lanjut pada link berikut ini  http://www.tempo.co/read/news/2013/05/22/058482241/Ada-Awan-Bertuliskan-Allah-Sebelum-Bastari-Dikubur. Menurut Abu Ayyas, salah satu tokoh Front Pembela Islam (FPI), itu merupakan tanda bahwa Achmad Basari meninggal dengan khusnul khotimah.

Jelas sekali bahwa persepsi masyarakat dipengaruhi oleh kepercayaan, yakni kepercayaan meyakini Allah sebagai Tuhan bagi umat Islam. Apa yang kita anggap benar akan mempengaruhi interpretasi kita terhadap sinyal sensorik yang ambigu (Wade & Tavris, 2007), seperti halnya awan bertuliskan “Allah” ini. Bagaimana proses persepsi ini terjadi?

Misalnya, Fatimah melihat awan tersebut. Awan yang dia lihat itu bentuknya terlihat tidak biasa, seperti huruf w yang melengkung di sisi kirinya. Indra penglihatan Fatimah menangkap gambar awan tersebut dalam bentuk sinyal sensori yang kemudian diteruskan menuju otak. Otak memproses gambar awan itu dan menemukan ada hal yang terkait dengan awan itu. Fatimah, yang beragama Islam, yang mengenal dan meyakini Allah sebagai Tuhan, menemukan bahwa bentuk awan tersebut mirip dengan tulisan “Allah” dalam huruf Arab.

Terkait fenomena tersebut, saya juga menghubungkan persepsi mengenai awan ini dengan kadar ‘keimanan’ dan tingkat intelegensi masyarakat. Mengapa demikian? Karena kedua hal tersebut dapat mempengaruhi persepsi kita, khususnya dalam kasus ini. Kadar iman dan intelegensi masyarakat Indonesia berbeda-beda, oleh karena itu bisa saja persepsi mengenai awan tersebut berbeda pula pada tiap individu. Bisa saja seseorang yang sangat memahami ilmu meteorologi dan geofisika menganggap awan tersebut hanyalah awan cirrus yang memiliki bentuk yang agak lain dari biasanya. Atau seperti contoh di atas, seseorang yang dianggap alim oleh masyarakat (seperti tokoh FPI tadi) yang menganggap bahwa Achmad Basari meninggal dengan husnul khotimah.

Dampak dari persepsi mengenai fenomena ini bisa jadi bermacam-macam. Bagi pemeluk agama Islam yang kadar imannya baik atau cukup baik, mereka menjadi lebih mengingat Allah, dan betapa kuasanya Dia dalam menciptakan fenomena seperti ini. Itu berarti bahwa persepsi tersebut membawa dampak positif. Namun, ada pula orang yang menganggap itu hanyalah awan biasa. Hal ini berlaku pada individu yang beragama selain Islam, beragama Islam tapi kurang beriman, atau seorang hedonis. Ini merupakan dampak yang netral. Ada pula orang-orang yang percaya pada hal-hal berbau mistik atau kepercayaan tradisional, ketika melihat awan tersebut mereka berdoa kepada awan tersebut agar diberi rezeki, keselamatan, dll. Pertanyaannya adalah, apakah mereka berdoa kepada Allah, berdoa kepada Allah dengan perantara awan tersebut, atau malah berdoa kepada awan tersebut? Jika yang terjadi adalah pernyataan kedua dan ketiga, hal tersebut dapat membawa dampak negatif yaitu syirik (menyekutukan Allah).

Demikianlah tulisan hasil pengamatan saya terhadap fenomena munculnya awan bertuliskan “Allah” yang saya kaitkan dengan materi psikologi mengenai persepsi. Saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam tulisan saya. Terima kasih atas perhatian pembaca sekalian.

Wassalamu’alaikum.


Minggu, 23 Februari 2014

Salam Kenal :)

Assalamu’alaikum, wr, wb.

Aku yakin para pembaca blogku pasti heran melihat judul blogku ini. Tapi sebelum aku menjawab keheranan kalian, aku akan memperkenalkan diri dulu ^^.

Namaku Annisa Faradina, seorang mahasiswi biasa yang mencoba menjadi luar biasa. Kuliah di USU jurusan Teknologi Informasi karena terinspirasi dari guru TIK di SMA. Agak aneh ya alasannya ^^.

Sejak dahulu aku dikenal sebagai gadis aneh dengan kepribadian ‘ajaib’ yang sulit ditebak dan pikiran yang sulit diprediksi orang. Karena ‘keunikan’ itulah, teman-teman SMA-ku menyebutku ‘mempunyai 2222 kepribadian’. Udah terjawab kan keheranan kalian?

Pada awalnya, aku minder karena ‘keanehan’-ku itu. Tapi lama-kelamaan, aku mulai menerimanya, dan aku bangga dengan hal itu. Bukankah menjadi orang yang unik itu istimewa? :D

Aku memiliki ketertarikan dengan hal-hal berbau Jepang, seperti anime, J-POP, budaya, dll. Aku juga tertarik dengan desain grafis, geografi dan sejarah dunia, travelling/backpacking, dan dunia Islam. Hobiku menggambar, tidur, browsing internet, dan membaca. Sehati dengan saya? Ayo kita berteman!

Ngomong-ngomong, blog ini sebenarnya kubuat untuk mengerjakan tugas kuliah dengan mata kuliah Pengantar Psikologi Umum. Postingan di blog ini akan diisi dengan observasiku mengenai apa yang telah aku pelajari di mata kuliah tersebut.

Sekian perkenalan dariku. Maaf ya bahasanya agak belepotan gimana gitu, formal campur informal gitu. Yoroshiku ne ^^

Wassalamu’alaikum, wr, wb.

P.S: Gambar di bawah ini adalah buatan saya. Amatiran banget ya ^^;