Rabu, 02 April 2014

Ubah Motivasi Anda!


Assalamu'alaikum,wr,wb.

Ini adalah postingan psikologi saya yang kedua. Kali ini saya akan membahas tentang motivasi. Saya mulai tulisan saya ini dengan sebuah contoh kasus.

Fatimah dan Grace baru lulus dari SMA dan berniat untuk mengikuti SBNPTN karena keduanya gagal di SNMPTN Undangan. Mereka memilih program studi Teknologi Informasi (TI) di sebuah universitas. Bedanya, Fatimah memilih TI pada pilihan pertama karena TI memang program studi impiannya, dengan alasan Fatimah tertarik dengan hal-hal yang berkaitan dengan komputer. Sedangkan Grace memilih TI pada pilihan kedua, yang dipilihnya secara asal-asalan, dimana pilihan pertamanya adalah Pendidikan Dokter, karena dia hanya ingin menjadi dokter dan tak memikirkan yang lain. Alhasil, setelah pengumuman tiba, keduanya lulus di TI.

Apa reaksi mereka saat mengetahui kabar kelulusan mereka? Fatimah akan merasa senang dan bahagia karena keinginannya untuk masuk TI tercapai. Bagaimana dengan Grace? Dia mungkin akan merasa kecewa karena tidak bisa meraih apa yang diinginkannya. Di sisi lain, bisa jadi dia akan merasa lega karena sudah diterima di universitas dan tidak perlu memikirkan ujian masuk lain atau masuk lewat jalur mandiri jika dia tidak lulus SBNPTN.

Sekarang, mari kita perhatikan Grace. Jika Grace tidak puas dengan apa yang telah diraihnya saat ini (lulus di TI) dan tetap bersikeras untuk lulus di Pendidikan Dokter, dia mungkin akan mencoba jalur masuk yang lain, seperti UMB atau Jalur Mandiri. Sebelum Grace melakukannya, dia berpikir ulang. Bagaimana jika dia juga tidak lulus di UMB? Apakah kedua orang tuanya akan setuju jika dia menempuh Jalur Mandiri yang biayanya selangit?

Di sini terlihat bahwa Grace tengah menghadapi konflik approach-avoidance. Dia berada pada dua pilihan yang menguntungkannya namun memiliki sisi yang tak menguntungkan; tetap memperjuangkan impiannya dengan resiko tidak lulus UMB atau menghadapi biaya Jalur Mandiri yang sangat mahal, atau menerima kelulusannya di TI dengan tidak sepenuh hati.

Sampai di sini, anggap saja Grace menerima kelulusannya di TI. Ia dan Fatimah telah menjadi mahasiswi TI. Meskipun telah menjadi mahasiswi TI, dia tetap menyimpan impian untuk menjadi seorang dokter. Bagaimana dengan kuliahnya di TI? Bisa jadi dia mampu mengikuti perkuliahan dengan baik, atau mungkin dia tidak mengerti sama sekali.

Sedangkan Fatimah menjalani perkuliahannya dengan hati riang. Sesulit apapun materi kuliah di TI, dia tetap belajar dengan tekun dan berusaha untuk memahami. Minatnya pada komputer telah memotivasinya untuk belajar, mencari tahu lebih banyak tentang komputer dan teknologi informasi. Inilah yang disebut dengan motivasi intrinsik.

Cerita tentang Fatimah dan Grace saya sudahi sampai di sini. Sekarang saya ajukan pertanyaan kepada pembaca yang khususnya mahasiswa: apakah Anda memilih program studi yang sedang Anda tempuh saat ini berdasarkan keinginan sendiri, atau orang lain, atau hanya asal pilih?

Bagi Anda yang sudah terlanjur kuliah di program studi yang tidak Anda inginkan seperti Grace, Anda jangan langsung ogah-ogahan kuliah. Saya tahu, rasanya sangat berat menjalani sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak hati kita. Cobalah pikirkan hal lain yang dapat memotivasi Anda selain kehendak hati. Pikirkanlah kedua orang tua Anda yang telah membiayai Anda kuliah, yang meletakkan harapan mereka di atas pundak Anda. Seperti itu. Jadikan kedua orang tua Anda sebagai motivasi eksentrik Anda.

Selain itu, carilah sesuatu yang menarik dari apa yang Anda kerjakan. Hal tersebut dapat membangun motivasi dalam diri untuk mengerjakan sesuatu. Lebih lanjut lagi, hal yang menarik itu dapat Anda kaitkan dengan impian besar Anda, sehingga Anda merasa lebih dekat dengan impian Anda itu, atau bahkan dapat mewujudkan impian Anda! Misalnya, Grace ternyata cukup tertarik dengan desain web, maka dia membuat blog/website yang dia desain sendiri yang berkaitan dengan kedokteran.

Apapun hal yang Anda kerjakan saat ini, buatlah suatu motivasi yang akan membuat Anda fokus dengan pekerjaan tersebut. Kita hidup memiliki tujuan, memiliki pencapaian. Tujuan dan pencapaian itu yang akan membuat kita semakin hidup. Hidup tanpa tujuan dan pencapaian, yang mengalir mengikuti arus, adalah hidupnya orang-orang malas dan putus asa.

Saya sudahi tulisan saya ini. Saya mohon maaf bila Anda menemukan kesalahan dalam tulisan saya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar