Assalamu’alaikum,wr,wb.
Pada kesempatan kali
ini, saya mengangkat suatu fenomena yang
cukup kontroversial di
kalangan masyarakat, yakni penampakan kaligrafi bertuliskan "Allah"
pada makhluk hidup atau di alam seperti awan. Saya akan mengaitkannya dengan
materi kuliah psikologi mengenai persepsi.
Fenomena ini sempat
membuat masyarakat heboh. Banyak orang yang menganggap bahwa hal tersebut
menunjukkan kekuasaan Allah, atau peringatan Allah kepada manusia agar selalu
mengingat-Nya.
Jika kita selidiki lebih
dalam lagi, apakah awan tersebut benar-benar berbentuk kaligrafi “Allah”? Atau
itu hanya persepsi masyarakat semata, yang mayoritas memeluk agama Islam dan
beriman kepada Allah?
Kita tidak akan bertanya
kepada ahli meteorologi dan geofisika mengenai bentuk awan tersebut yang sebenarnya,
karena itu merupakan di luar pembahasan kita. Kali ini kita akan
membahas, bagaimana bisa masyarakat mempersepsikan awan tersebut berbentuk
kaligrafi “Allah”.
Masyarakat Indonesia
mayoritas beragama Islam, orang-orang yang beriman kepada Allah.
Terkait peristiwa
munculnya awan tersebut, ada orang yang menganggap fenomena tersebut sebagai
peristiwa spiritual; suatu peristiwa yang menunjukkan kekuasaan Allah, atau
peringatan Allah kepada manusia agar selalu mengingat-Nya. Terkadang mereka
mengaitkan peristiwa tersebut dengan peristiwa lain, seperti bencana alam atau
kematian seseorang. Misalnya munculnya awan bertuliskan “Allah” pada saat
proses penguburan Achmad Basari pada tanggal 21 Mei 2013, yang beritanya bisa
dibaca lebih lanjut pada link berikut ini http://www.tempo.co/read/news/2013/05/22/058482241/Ada-Awan-Bertuliskan-Allah-Sebelum-Bastari-Dikubur. Menurut Abu Ayyas, salah satu tokoh Front
Pembela Islam (FPI), itu merupakan tanda bahwa Achmad Basari meninggal dengan
khusnul khotimah.
Jelas sekali bahwa
persepsi masyarakat dipengaruhi oleh kepercayaan, yakni kepercayaan meyakini
Allah sebagai Tuhan bagi umat Islam. Apa yang kita anggap benar akan
mempengaruhi interpretasi kita terhadap sinyal sensorik yang ambigu (Wade
& Tavris, 2007), seperti halnya awan bertuliskan “Allah” ini. Bagaimana
proses persepsi ini terjadi?
Misalnya, Fatimah melihat
awan tersebut. Awan yang dia lihat itu bentuknya terlihat tidak biasa, seperti
huruf w yang melengkung di sisi kirinya. Indra penglihatan Fatimah menangkap
gambar awan tersebut dalam bentuk sinyal sensori yang kemudian diteruskan
menuju otak. Otak memproses gambar awan itu dan menemukan ada hal yang terkait
dengan awan itu. Fatimah, yang beragama Islam, yang mengenal dan meyakini Allah
sebagai Tuhan, menemukan bahwa bentuk awan tersebut mirip dengan tulisan “Allah”
dalam huruf Arab.
Terkait fenomena tersebut,
saya juga menghubungkan persepsi mengenai awan ini dengan kadar ‘keimanan’ dan
tingkat intelegensi masyarakat. Mengapa demikian? Karena kedua hal tersebut
dapat mempengaruhi persepsi kita, khususnya dalam kasus ini. Kadar iman dan
intelegensi masyarakat Indonesia berbeda-beda, oleh karena itu bisa saja
persepsi mengenai awan tersebut berbeda pula pada tiap individu. Bisa saja seseorang yang sangat memahami ilmu meteorologi dan
geofisika menganggap awan tersebut hanyalah awan cirrus yang memiliki bentuk
yang agak lain dari biasanya. Atau seperti contoh di atas, seseorang yang
dianggap alim oleh masyarakat (seperti tokoh FPI tadi) yang menganggap bahwa
Achmad Basari meninggal dengan husnul khotimah.
Dampak dari persepsi
mengenai fenomena ini bisa jadi bermacam-macam. Bagi pemeluk agama Islam yang
kadar imannya baik atau cukup baik, mereka menjadi lebih mengingat Allah, dan
betapa kuasanya Dia dalam menciptakan fenomena seperti ini. Itu berarti bahwa
persepsi tersebut membawa dampak positif. Namun, ada pula orang yang menganggap
itu hanyalah awan biasa. Hal ini berlaku pada individu yang beragama selain
Islam, beragama Islam tapi kurang beriman, atau seorang hedonis. Ini merupakan
dampak yang netral. Ada pula orang-orang yang percaya pada hal-hal berbau
mistik atau kepercayaan tradisional, ketika melihat awan tersebut mereka berdoa
kepada awan tersebut agar diberi rezeki, keselamatan, dll. Pertanyaannya adalah,
apakah mereka berdoa kepada Allah, berdoa kepada Allah dengan perantara awan
tersebut, atau malah berdoa kepada awan tersebut? Jika yang terjadi adalah
pernyataan kedua dan ketiga, hal tersebut dapat membawa dampak negatif yaitu syirik
(menyekutukan Allah).
Demikianlah tulisan
hasil pengamatan saya terhadap fenomena munculnya awan bertuliskan “Allah” yang
saya kaitkan dengan materi psikologi mengenai persepsi. Saya mohon maaf apabila
terdapat kesalahan dalam tulisan saya. Terima kasih atas perhatian pembaca
sekalian.
Wassalamu’alaikum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar