Rabu, 19 Maret 2014

Persepsi Mengenai Munculnya Awan Berbentuk Kaligrafi Bertuliskan “Allah”

Assalamu’alaikum,wr,wb.

Pada kesempatan kali ini, saya mengangkat suatu fenomena yang 
cukup kontroversial di kalangan masyarakat, yakni penampakan kaligrafi bertuliskan "Allah" pada makhluk hidup atau di alam seperti awan. Saya akan mengaitkannya dengan materi kuliah psikologi mengenai persepsi.

Fenomena ini sempat membuat masyarakat heboh. Banyak orang yang menganggap bahwa hal tersebut menunjukkan kekuasaan Allah, atau peringatan Allah kepada manusia agar selalu mengingat-Nya.

Jika kita selidiki lebih dalam lagi, apakah awan tersebut benar-benar berbentuk kaligrafi “Allah”? Atau itu hanya persepsi masyarakat semata, yang mayoritas memeluk agama Islam dan beriman kepada Allah?

Kita tidak akan bertanya kepada ahli meteorologi dan geofisika mengenai bentuk awan tersebut yang sebenarnya, karena itu merupakan di luar pembahasan kita.  Kali ini kita akan membahas, bagaimana bisa masyarakat mempersepsikan awan tersebut berbentuk kaligrafi “Allah”.

Masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam, orang-orang yang beriman kepada Allah.
Terkait peristiwa munculnya awan tersebut, ada orang yang menganggap fenomena tersebut sebagai peristiwa spiritual; suatu peristiwa yang menunjukkan kekuasaan Allah, atau peringatan Allah kepada manusia agar selalu mengingat-Nya. Terkadang mereka mengaitkan peristiwa tersebut dengan peristiwa lain, seperti bencana alam atau kematian seseorang. Misalnya munculnya awan bertuliskan “Allah” pada saat proses penguburan Achmad Basari pada tanggal 21 Mei 2013, yang beritanya bisa dibaca lebih lanjut pada link berikut ini  http://www.tempo.co/read/news/2013/05/22/058482241/Ada-Awan-Bertuliskan-Allah-Sebelum-Bastari-Dikubur. Menurut Abu Ayyas, salah satu tokoh Front Pembela Islam (FPI), itu merupakan tanda bahwa Achmad Basari meninggal dengan khusnul khotimah.

Jelas sekali bahwa persepsi masyarakat dipengaruhi oleh kepercayaan, yakni kepercayaan meyakini Allah sebagai Tuhan bagi umat Islam. Apa yang kita anggap benar akan mempengaruhi interpretasi kita terhadap sinyal sensorik yang ambigu (Wade & Tavris, 2007), seperti halnya awan bertuliskan “Allah” ini. Bagaimana proses persepsi ini terjadi?

Misalnya, Fatimah melihat awan tersebut. Awan yang dia lihat itu bentuknya terlihat tidak biasa, seperti huruf w yang melengkung di sisi kirinya. Indra penglihatan Fatimah menangkap gambar awan tersebut dalam bentuk sinyal sensori yang kemudian diteruskan menuju otak. Otak memproses gambar awan itu dan menemukan ada hal yang terkait dengan awan itu. Fatimah, yang beragama Islam, yang mengenal dan meyakini Allah sebagai Tuhan, menemukan bahwa bentuk awan tersebut mirip dengan tulisan “Allah” dalam huruf Arab.

Terkait fenomena tersebut, saya juga menghubungkan persepsi mengenai awan ini dengan kadar ‘keimanan’ dan tingkat intelegensi masyarakat. Mengapa demikian? Karena kedua hal tersebut dapat mempengaruhi persepsi kita, khususnya dalam kasus ini. Kadar iman dan intelegensi masyarakat Indonesia berbeda-beda, oleh karena itu bisa saja persepsi mengenai awan tersebut berbeda pula pada tiap individu. Bisa saja seseorang yang sangat memahami ilmu meteorologi dan geofisika menganggap awan tersebut hanyalah awan cirrus yang memiliki bentuk yang agak lain dari biasanya. Atau seperti contoh di atas, seseorang yang dianggap alim oleh masyarakat (seperti tokoh FPI tadi) yang menganggap bahwa Achmad Basari meninggal dengan husnul khotimah.

Dampak dari persepsi mengenai fenomena ini bisa jadi bermacam-macam. Bagi pemeluk agama Islam yang kadar imannya baik atau cukup baik, mereka menjadi lebih mengingat Allah, dan betapa kuasanya Dia dalam menciptakan fenomena seperti ini. Itu berarti bahwa persepsi tersebut membawa dampak positif. Namun, ada pula orang yang menganggap itu hanyalah awan biasa. Hal ini berlaku pada individu yang beragama selain Islam, beragama Islam tapi kurang beriman, atau seorang hedonis. Ini merupakan dampak yang netral. Ada pula orang-orang yang percaya pada hal-hal berbau mistik atau kepercayaan tradisional, ketika melihat awan tersebut mereka berdoa kepada awan tersebut agar diberi rezeki, keselamatan, dll. Pertanyaannya adalah, apakah mereka berdoa kepada Allah, berdoa kepada Allah dengan perantara awan tersebut, atau malah berdoa kepada awan tersebut? Jika yang terjadi adalah pernyataan kedua dan ketiga, hal tersebut dapat membawa dampak negatif yaitu syirik (menyekutukan Allah).

Demikianlah tulisan hasil pengamatan saya terhadap fenomena munculnya awan bertuliskan “Allah” yang saya kaitkan dengan materi psikologi mengenai persepsi. Saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam tulisan saya. Terima kasih atas perhatian pembaca sekalian.

Wassalamu’alaikum.